Inspirasi Sehat

Perjuangan Kesehatan di Awak Kemerdekaan

Mon, 18 Aug 2025

Pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia, perjuangan bukan hanya berlangsung di medan tempur. Di balik barisan pejuang yang mengangkat senjata, berdiri sosok-sosok tangguh dalam dunia kesehatan—dokter, perawat, mantri, dan bidan—yang berjuang mempertahankan nyawa di tengah keterbatasan alat dan obat.

Penyakit-Penyakit yang Mengancam
Tahun 1945–1947 merupakan periode kritis bagi kesehatan rakyat. Berdasarkan laporan Kementerian Penerangan Republik Indonesia, Kotapradja Djakarta Raja Sepanjang 1946,  Dinas Kesehatan Kota Jakarta (DKK), sejumlah penyakit menular menjadi momok utama yang merenggut banyak korban jiwa:

  • Disentri: Menyerang 2.156 warga dengan angka kematian mencapai 600 jiwa per tahun. Penyebab utamanya adalah air yang tidak higienis dan sanitasi buruk.
  • Malaria: Tercatat 42.506 penderita selama masa pendudukan Jepang, meningkat tajam pasca-kemerdekaan menjadi 421.195 kasus dalam 20 bulan.
  • Frambusia: Frambusia adalah infeksi kulit yang menyebabkan ruam dan luka. Penyakit ini sering terjadi di wilayah tropis dengan sanitasi buruk. Infeksi kulit ini menjangkiti 26.508 warga, banyak ditemukan di daerah kumuh.
  • Typhus dan Para Typhus: Tercatat 545 dan 21 pasien masing-masing.
  • Honger Oedeem (busung lapar): Tidak tercatat resmi karena dilarang oleh penguasa Jepang, namun banyak ditemukan secara nyata di masyarakat.

Kondisi ini diperparah oleh kurangnya tenaga kesehatan. Dari 26 dokter di Jakarta, hanya 14 yang memilih setia pada Republik. Rumah sakit terbatas, peralatan seadanya, bahkan banyak dokter menggunakan uang pribadi untuk membeli kebutuhan medis.

Perjuangan Tak Mengenal Lelah
Tenaga medis bekerja siang malam tanpa pamrih. Di Rumah Sakit Cikini dan Budi Kemulyaan, para mahasiswa dan perawat mendirikan pos Palang Merah untuk merawat korban perang. Bahkan, mereka menyulap garasi rumah menjadi klinik darurat yang diakui pemerintah sebagai poliklinik resmi RI.

Semangat mempertahankan kedaulatan kesehatan Republik tak pernah padam. Ketika DKK hendak diambil alih oleh Gemeente Batavia pada 1948, para tenaga kesehatan lebih memilih meninggalkan kantor dan melayani rakyat di pasar-pasar daripada tunduk pada penjajah.

Diagnosa Modern, Deteksi Lebih Cepat
Kini, sahabat PRAMITA tak perlu mengalami penderitaan seperti masa lalu. Penyakit-penyakit yang dulu mematikan kini dapat dikenali lebih cepat lewat teknologi laboratorium modern, antara lain:

  • Disentri & Typus: Pemeriksaan feses, tes Widal, dan kultur darah.
  • Malaria: Pemeriksaan apusan darah (thick & thin smear), rapid diagnostic test (RDT).
  • Frambusia: Pemeriksaan antibodi spesifik (TPHA & RPR).
  • Busung Lapar: Pemeriksaan albumin, kadar protein, dan elektrolit.
  • Demam Berdarah dan Infeksi Akut: Tes darah lengkap, hematokrit, NS1, IgM/IgG DBD.

Dari Sejarah untuk Masa Depan
Kisah perjuangan tenaga medis Indonesia di awal kemerdekaan mengingatkan bahwa kesehatan adalah bagian tak terpisahkan dari kemerdekaan itu sendiri. Kini, dengan fasilitas laboratorium yang akurat, cepat, dan nyaman seperti di PRAMITA, masyarakat memiliki harapan lebih besar untuk hidup sehat dan berkualitas.
 

Kembali ke indeks
Customer Service
Layanan Whatsapp
SAPA PRAMITA