Inspirasi Sehat
Waspadai Terjadinya Diabetes Melitus Pada Anak
Wed, 22 Nov 2023Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolik yang dikarekteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja inslin maupun keduanya. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga pada anak.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tercatat 1220 anak penyandang DM tipe-1 di Indonesia. Insiden DM tipe-1 pada anak dan remaja meningkat sekitar tujuh kali lipat dari 3,88 menjadi 28,19 per-100 juta penduduk pada tahun 2000 dan 2010. Pada tahun 2017, 71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD), meningkat dari tahun 2015 dan 2016 yaitu 63%. Diduga masih banyak pasien DM tipe-1 yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis saat pertama kali berobat ke rumah sakit. Insiden DM tipe-1 pada anak di Indonesia tidak diketahui secara pasti karena sulitnya pendataan secara nasional.
PATOGENESIS PENYEBAB DIABETES MELITUS TIPE 1
DM tipe 1 atau dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau disebut juga Diabetes Juvenile terjadi karena kerusakan sel ß pankreas (reaksi autoimun). Sel ß pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan sel ß pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Kerusakan ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 sebagian besar oleh karena proses autoimun dan sebagian kecil nonautoimun.
Banyak faktor yang berkontribusi dalam patogenesis DM tipe-1, diantaranya faktor genetik, epigenetik, lingkungan dan imunologis. Namun, peran spesifik masing-masing faktor terhadap patogenesis DM tipe-1 masih belum diketahui secara jelas. Faktor lingkungan yang berhubungan dengan DM tipe-1, antara lain, infeksi virus dan diet. Sindrom rubella kongenital dan infeksi human enterovirus diketahui dapat mencetuskan DM tipe-1. Konsumsi susu sapi, konsumsi sereal dini dan vitamin D maternal diduga berhubungan dengan kejadian DM tipe-1, tetapi masih dibutuhkan investigasi lebih lanjut.
GEJALA DIABETES MELITUS TIPE 1
Gejala DM tipe-1 pada anak sama dengan gejala pada dewasa, yaitu :
• Sering buang air kecil
• Mengompol
• Mudah merasa haus dan lapar
• Terjadi penurunan berat badan
• Mengalami gatal pada kemaluan
• Infeksi kulit yang berulang
• Penurunan prestasi disekolah dan mudah marah
Gejala lain yang dapat timbul adalah kesemutan, lemas, luka yang sukar sembuh, pandangan kabur dan gangguan perilaku. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia maka diagnosis DM tidak diragukan lagi.
Sering terjadi kesalahan dan keterlambatan diagnosis DM Tipe-1. Pada beberapa anak mulai timbulnya gejala sampai menjadi ketoasidosis dapat terjadi sangat cepat, sedangkan pada anak yang lain dapat timbul secara lambat dapat dalam beberapa bulan. Akibat keterlambatan diagnosis, penderita DM tipe-1 akan memasuki fase ketoasidosis yang dapat berakibat fatal bagi penderita.
Terdapat kegawatan (Ketoasidosis diabetik atau hiperglikemia hiperosmolar)
• Dehidrasi sedang sampai berat
• Muntah berulang dan pada beberapa kasus nyeri perut (menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai gastroenteritis)
• Tetap terjadi poliuri meskipun dehidrasi
• Kehilangan berat badan oleh karena kehilangan cairan dan otot serta lemak
• Pipi Kemerahan karena Ketoasidosis
• Bau pernapasan aseton
• Hiperventilasi pada ketoasidosis diabetik (Pernapasan Kussmaul)
• Gangguan sensorik (disorientasi, apatis, sampai dengan koma)
• Syok (nadi cepat, hipotensi, sirkulasi perifer memburuk dengan sianosis perifer)
Kondisi yang menyebabkan keterlambatan diagnosis:
• Pada anak yang sangat muda dapat terjadi ketoasidosis yang berat karena defisiensi insulin terjadi secara cepat dan diagnosis tidak ditegakkan segera.
• Hiperventilasi pada ketoasidosis salah diagnosis sebagai pneumonia atau asma.
• Nyeri perut berhubungan dengan ketoasidosis dapat menyebabkan akut abdomen sehingga pasien dirujuk ke bedah.
• Poliuria dan enuresis salah diagnosis sebagai infeksi saluran kemih.
• Muntah salah diagnosis sebagai gastroenteritis atau sepsis.
Cara Mengendalikan Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak:
• Ajarkan anak tentang DM tipe-1. Motivasi anak dan keluarga agar patuh berobat.
• Gunakan insulin setiap hari seumur hidup.
• Atur pola makan sehat sesuai kebutuhan.
• Rutin berolahraga.
Inti dari pengobatan Diabetes tipe-1 adalah menjaga keseimbangan jumlah insulin supaya kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Pilihan pengobatan diabetes tipe 1 di antaranya:
1. Suntik insulin
Saat suntikan insulin diberikan, akan memerlukan lebih dari 1 jenis insulin. Kombinasi ini dapat diberikan oleh Dokter untuk mengendalikan kadar gula darah.
2. Pompa insulin
Nama alternatif untuk terapi pompa insulin adalah terapi infus insulin berkelanjutan, karena pompa insulin bekerja terus menerus mengirimkan sejumlah kecil insulin ke dalam tubuh. Pompa insulin memiliki tabung kecil yang disebut kanula yang dimasukkan tepat di bawah kulit dan disimpan selama beberapa hari sampai perlu diganti. Kanula memungkinkan insulin dikirim ke lapisan lemak tepat di bawah kulit, sehingga dapat diserap oleh darah. Pompa insulin sendiri terletak di luar tubuh, biasanya di dekat pinggang.
3. Menjaga kadar gula darah dengan menjaga makanan dan aktifitas fisik
Perlu dilakukan pemeriksaan gula darah setidaknya beberapa kali setiap hari untuk mengontrol kadar gula darah dan mengurangi kemungkinan terkena dampak kadar gula yang terlampau tinggi atau rendah.
Pola makan memiliki peran penting dalam mengontol kadar gula darah. Insulin membantu menurunkan kadar gula dengan membiarkan sel mengambil glukosa dari darah, sedangkan makanan yang Anda makan dapat meningkatkan kadar gula. Saat makan, karbohidrat dalam makanan akan dipecah menjadi glukosa selama proses pencernaan dan diserap ke dalam aliran darah. Sehingga makanan yang kita makan berperan penting dalam mengendalikan kadar gula.
Berikut ini adalah petunjuk-petunjuk mengenai beberapa penyesuaian diet, insulin, dan cara monitoring gula darah agar aman berolahraga bagi anak dan remaja DM tipe-1 yang dapat diterapkan dalam praktik sehari-hari:
1. Sebelum berolahraga
a) Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas olahraga. Diskusikan dengan pelatih/guru olah raga dan konsultasikan dengan Dokter.
b) Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam sebelum olahraga.
c) Cek kontrol metabolik, minimal 2 kali sebelum berolahraga.
d) Jika glukosa darah < 5 mmol/L) dan cenderung turun, tambahkan ekstra karbohidrat.
e) Jika glukosa darah 90-250 mg/dL (5-14 mmol/L) tidak diperlukan ekstra karbohidrat (tergantung lama aktifitas dan respons individual).
f) Jika glukosa darah >250 mg/dL dan keton urin/darah (+), tunda olah raga sampai glukosa darah normal dengan insulin.
g) Bila olah raga aerobik, perkirakan energi yang dikeluarkan dan tentukan apakah penyesuaian insulin atau tambahan karbohidrat diperlukan.
h) Bila olah raga anaerobik atau olah raga saat panas, atau olahraga kompetisi sebaiknya insulin dinaikkan.
i) Pertimbangkan pemberian cairan untuk menjaga hidrasi (250 mL pada 20 menit sebelum olahraga).
2. Selama berolah raga
a) Monitor glukosa darah tiap 30 menit.
b) Teruskan asupan cairan (250 ml tiap 20-30 menit).
c) Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit, bila diperlukan.
3. Setelah berolah raga
a) Monitor glukosa darah, termasuk sepanjang malam (terutama bila tidak biasa dengan program olahraga yang sedang dijalani).
b) Pertimbangkan mengubah terapi insulin, dengan menurunkan dosis insulin basal.
c) Pertimbangkan tambahan karbohidrat kerja lambat dalam 1-2 jam setelah olahraga untuk menghindari hipoglikemia awitan lambat. Hipoglikemia awitan lambat dapat terjadi dalam interval 2 x 24 jam setelah latihan.
Aktivitas fisik penting untuk meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan kebutuhan insulin. Selain itu, aktivitas fisik dapat meningkatkan kepercayaan diri anak, mempertahankan berat badan ideal, meningkatkan kapasitas kerja jantung, meminimalisasi komplikasi jangka panjang, dan meningkatkan metabolisme tubuh.
Rekomendasi aktivitas fisik pada anak dengan DM tipe-1 sama dengan populasi umum, yaitu aktivitas ≥60 menit setiap hari yang mencakup aktivitas aerobik, menguatkan otot dan menguatkan tulang. Aktivitas aerobik sebaiknya tersering dilakukan, sementara aktvitas untuk menguatkan otot dan tulang dilakukan paling tidak 3 kali per minggu.
KOMPIKASI
Komplikasi DM tipe-1 dapat digolongkan sebagai komplikasi akut dan komplikasi kronik baik reversibel maupun ireversibel. Sebagian besar komplikasi akut atau jangka pendek bersifat reversibel sedangkan yang kronik bersifat ireversibel, tetapi perjalanan penyakitnya dapat diperlambat melalui tata laksana yang optimal.
Komplikasi jangka pendek yang sering terjadi adalah hipoglikemia dan ketoasidosis diabetik. Ketoasidosis diabetik (KAD) sebagai akibat defisiensi insulin dan merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. KAD dapat terjadi pada saat diagnosis ditegakkan maupun pada pasien lama. Pada remaja, KAD hampir selalu disebabkan oleh ketidakpatuhan penggunaan insulin. Hipoglikemia sering terjadi karena usaha kita untuk mencapai nilai normal kadar glukosa darah. Semakin ketat usaha kita untuk mencapai normoglikemia, semakin besar risiko terjadinya hipoglikemia
Komplikasi jangka panjang diabetes pada sistem pembuluh darah dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang berarti. Komplikasi jangka panjang ini terjadi akibat perubahan mikrovaskuler dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, nefropati yang diawali dengan mikroalbuminuria, dan neuropati. Sedangkan yang termasuk komplikasi makrovaskular adalah penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular dan penyakit pembuluh darah perifer. Masa anak dan remaja merupakan perioda yang dapat digunakan untuk edukasi dan tata laksana intensif untuk mencegah dan menunda komplikasi.
Komplikasi Mikrovaskular yaitu Retinopati menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetik menyebabkan hipertensi dan gagal ginjal, sedangkan neuropati menyebabkan nyeri, parestesia, kelemahan otot dan disfungsi otonom.
Komplikasi makrovaskular menyebabkan penyakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer dengan kemungkinan amputasi anggota gerak tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
a) Rachmawati, A.M., Bahrun, U., Ruslin, B., Hardjoeno. Tes diabetes Melitus. Dalam Hardjono dkk. Inter-pretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium Diagnostik. Cetakan 3. Lembaga Pendidikan Universitas Ha-sanuddin. Makassar. 2007. p.167-82.
b) World Health Organisation. Diabetes Melittus : Report of a WHO Study Group. World Health Organisation. Geneva-Switzerland. 2015. S5-36
c) John. MF Adam. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang baru. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 127:37-40.
d) Craig ME, Jefferies C, Dabelea D, Balde N, Seth A, dkk. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2014 Compendium: Definition, epidemiology, and classification of diabetes in children and adolescents. Pediatric Diabetes 2014: 15 (Suppl. 20): 4–17.
e) Couper JJ, HallerMJ, Ziegler A-G, KnipM, Ludvigsson J, dkk. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2014 Compendium: Phases of type 1 diabetes in children and adolescents. Pediatric Diabetes 2014: 15 (Suppl. 20): 18–25.
f) Lange K, Swift P, Pankowska E, Danne T. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2014 Compendium: Diabetes education in children and adolescents. Pediatric Diabetes 2014: 15 (Suppl. 20): 77–85.
g) Rewers MJ, Pillay K, de Beaufort C, Craig ME, Hanas R, dkk. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2014 Compendium: Assessment and monitoring of glycemic control in children and adolescents with diabe-tes. Pediatric Diabetes 2014: 15 (Suppl. 20): 102–114.
Penulis: dr. Nirma Amalia (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik PRAMITA Jl. Karunrung No. 9, Makassar)