Inspirasi Sehat
Semua
INFO PEMERIKSAAN
Parenting/Kesehatan Anak
LabPedia
Life Style
Kesehatan Wanita
Millenial
Info Kesehatan
Mitos/Fakta
PEMERIKSAAN PENYAKIT TBC
Fri, 8 Apr 2022
Beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu atau memastikan seseorang terinfeksi TBC, yaitu :
1. Tes Kulit Tuberkulosis
Tes kulit tuberkulosis disebut juga tes Mantoux. Tes kulit dilakukan dengan menyuntikkan cairan yang disebut tuberkulin ke kulit di bagian bawah lengan. Hasil tes ini sebatas menunjukkan apakah Anda terinfeksi bakteri TBC atau tidak. Infeksi aktif atau non-aktif tidak dapat diketahui. Umumnya, tes Mantoux dianjurkan bagi pasien anak-anak yang berusia di bawah lima tahun.
2. Tes IGRA
Interferon-Gamma Release Assays (IGRA) adalah pemeriksaan darah yang digunakan untuk membantu dalam diagnosis penyakit Tuberkulosis (TB) maupun Infeksi Laten Tuberkulosis (LTBI). Pemeriksaan ini mengukur respon imun seluler terhadap M. Tuberculosis (M. TBC). Sel leukosit dari seseorang yang terinfeksi M. Tuberculosis akan melepaskan interferon-Gamma (IFN-y) apabila diberikan antigen dari M. Tuberculosis. Selanjutnya jumlah Interferon-Gamma (IFN-y) ini diukur untuk menentukan interpretasi hasil pemeriksaan. Hasil Positif menunjukkan kemungkinan infeksi M. Tuberculosis, sebaliknya hasil negatif menunjukkan kemungkinan tidak ada infeksi. Sedangkan hasil indeterminate menunjukkan kemungkinan infeksi yang belum pasti.
3. Sputum BTA SPS
Pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama tes dahak atau BTA (basil tahan asam). Tujuan pemeriksaan BTA adalah menganalisis sampel dahak di bawah mikroskop untuk mendeteksi keberadaan dan jumlah bakteri TBC. Tingkat keakuratan tes ini lebih besar dari tes kulit TBC. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan menggunakan tes BTA sebagai metode diagnosis utama untuk penyakit TBC yang ditunjang pemeriksaan foto toraks atau rontgen dada, serta uji kepekaan di tahap awal deteksi penyakit.
4. Rontgen Paru
Pemeriksaan rontgen bertujuan melengkapi diagnosis dari hasil tes kulit dan sputum. Hasil rontgen paru dapat menunjukkan tanda-tanda kerusakan paru yang disebabkan infeksi bakteri tuberkulosis.
Penulis : dr. Iman Susanto (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik Pramita Jl. Samanhudi No. 21 Jakarta Pusat)
1. Tes Kulit Tuberkulosis
Tes kulit tuberkulosis disebut juga tes Mantoux. Tes kulit dilakukan dengan menyuntikkan cairan yang disebut tuberkulin ke kulit di bagian bawah lengan. Hasil tes ini sebatas menunjukkan apakah Anda terinfeksi bakteri TBC atau tidak. Infeksi aktif atau non-aktif tidak dapat diketahui. Umumnya, tes Mantoux dianjurkan bagi pasien anak-anak yang berusia di bawah lima tahun.
2. Tes IGRA
Interferon-Gamma Release Assays (IGRA) adalah pemeriksaan darah yang digunakan untuk membantu dalam diagnosis penyakit Tuberkulosis (TB) maupun Infeksi Laten Tuberkulosis (LTBI). Pemeriksaan ini mengukur respon imun seluler terhadap M. Tuberculosis (M. TBC). Sel leukosit dari seseorang yang terinfeksi M. Tuberculosis akan melepaskan interferon-Gamma (IFN-y) apabila diberikan antigen dari M. Tuberculosis. Selanjutnya jumlah Interferon-Gamma (IFN-y) ini diukur untuk menentukan interpretasi hasil pemeriksaan. Hasil Positif menunjukkan kemungkinan infeksi M. Tuberculosis, sebaliknya hasil negatif menunjukkan kemungkinan tidak ada infeksi. Sedangkan hasil indeterminate menunjukkan kemungkinan infeksi yang belum pasti.
3. Sputum BTA SPS
Pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama tes dahak atau BTA (basil tahan asam). Tujuan pemeriksaan BTA adalah menganalisis sampel dahak di bawah mikroskop untuk mendeteksi keberadaan dan jumlah bakteri TBC. Tingkat keakuratan tes ini lebih besar dari tes kulit TBC. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan menggunakan tes BTA sebagai metode diagnosis utama untuk penyakit TBC yang ditunjang pemeriksaan foto toraks atau rontgen dada, serta uji kepekaan di tahap awal deteksi penyakit.
4. Rontgen Paru
Pemeriksaan rontgen bertujuan melengkapi diagnosis dari hasil tes kulit dan sputum. Hasil rontgen paru dapat menunjukkan tanda-tanda kerusakan paru yang disebabkan infeksi bakteri tuberkulosis.
Penulis : dr. Iman Susanto (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik Pramita Jl. Samanhudi No. 21 Jakarta Pusat)