Inspirasi Sehat
Semua
INFO PEMERIKSAAN
Parenting/Kesehatan Anak
LabPedia
Life Style
Kesehatan Wanita
Millenial
Info Kesehatan
Mitos/Fakta
PEMERIKSAAN DISFUNGSI SEKSUAL
Thu, 30 Jun 2022
Diagnosis disfungsi seksual dimulai dengan menanyakan aktivitas seksual penderita secara menyeluruh. Selain menanyakan gejala, dokter akan menanyakan aktivitas serta riwayat penyakit penderita, termasuk jika ada kejadian atau trauma di masa lalu.
Dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan perubahan fisik yang dapat memengaruhi aktivitas seksual. Selama pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa organ kelamin. Tes darah dapat dilakukan untuk memeriksa kadar hormon atau kecurigaan penyebab lain, diantaranya pemeriksaan :
- kadar gula dalam darah
- kadar estrogen dan testosterone.
Pemeriksaan gula darah diambil melalui vena yang dapat diperiksa di beberpa waktu, yaitu gula darah sewaktu, gula darah puasa, dan gula darah 2 jam post prandial.
Testosteron merupakan hormon reproduksi pria yang dihasilkan oleh testis. Selama masa puber seorang pria, hormon ini akan membuat suara menjadi lebih berat, memicu pertumbuhan penis dan bulu dada, membantu dalam pembentukan otot dan produksi sperma, memicu libido (gairah seks). Sedangkan pada wanita, testosteron dihasilkan dalam jumlah kecil dalam ovarium. Hormon ini berperan menjaga keseimbangan hormon dan mengatur fungsi tubuh lain. Terdapat dua jenis tes testosteron dalam darah, yaitu tes testosteron bebas dan tes testosteron total. Sesuai namanya, tes testosteron total akan mengukur keseluruhan jumlah hormon ini, baik testosteron terikat maupun bebas. Sementara tes free testosterone index hanya menilai jumlah testosteron bebas. Kadar testosteron yang rendah dapat menyebabkan disfungsi seksual.
Daftar Pustaka
1. Depkes RI. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1993
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan penerbit FKUI. 2013
3. Sadock BJ, Sadock VA. Seksualitas Manusia. Muttaqin H, Sihombing RNE, Editor. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. 02th ed. Jakarta : EGC; 2010. Hal. 298
4. Maramis FM, Maramis AA. Sexualitas Normal dan Abnormal Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2009. Hal. 343-65
5. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan Ringkas PPDGJ-III. Edisi 1. Jakarta : PT. Nuh Jaya. 2001. Hal. 96-97; 111-15.
6. Anurogo D. Memahami Dispareun. Jakarta : Universitas Surya. 2013. Vol. 40 No.7.
7. Avasthi, et al. (2017). Clinical Practice Guidelines for Management of Sexual Dysfunction. Indian J Psychiatry. 59(Suppl 1), pp. S91–S115.
8. Pastuszak, A. (2014). Current Diagnosis and Management of Erectile Dysfunction. Curr Sex Health Rep. 6(3), pp. 164–176.
Penulis: dr. Fida Alawiyah (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik PRAMITA Jl. Sultan Abdurrahman No. 9A Pontianak)
Dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan perubahan fisik yang dapat memengaruhi aktivitas seksual. Selama pemeriksaan fisik, dokter akan memeriksa organ kelamin. Tes darah dapat dilakukan untuk memeriksa kadar hormon atau kecurigaan penyebab lain, diantaranya pemeriksaan :
- kadar gula dalam darah
- kadar estrogen dan testosterone.
- Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk mengetahui adanya diabetes melitus. Diabetes melitus dapat menyebabkan cedera saraf dan pembuluh darah yang berhubungan disfungsi seksual. Tingginya kadar gula dalam darah dapat merusak fungsi alami pembuluh darah, sehingga seseorang tidak dapat ereksi dengan maksimal.
Pemeriksaan gula darah diambil melalui vena yang dapat diperiksa di beberpa waktu, yaitu gula darah sewaktu, gula darah puasa, dan gula darah 2 jam post prandial.
- Pemeriksaan estrogen merupakan pemeriksaan menggunakan sampel darah yang diambil dari pembuluh darah vena di lengan untuk mengukur konsentrasi dari tiga komponen estrogen, yaitu estrone, estradiol, dan estriol dalam darah. Estrogen adalah sekelompok steroid yang bertanggung jawab dalam perkembangan dan fungsi organ reproduksi, serta pembentukan karakteristik seks sekunder pada wanita. Bersama dengan hormon lain seperti progesteron, membantu mengatur siklus menstruasi, terlibat dalam pertumbuhan payudara dan rahim, serta membantu menjaga kehamilan yang sehat. Meskipun dianggap sebagai hormon seks utama bagi wanita, hormon tersebut juga ditemukan pada pria dan berperan dalam metabolisme tulang serta pertumbuhan pada kedua jenis kelamin. Kekurangan hormon estrogen dapat menyebabkan disfungsi seksual.
- Pemeriksaan testosteron adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur kadar hormon testosteron dalam darah. Pemeriksaan kadar testosteron bertujuan mendiagnosis kondisi medis yang disebabkan oleh kadar testosteron berlebihan atau terlalu rendah dalam darah.
Testosteron merupakan hormon reproduksi pria yang dihasilkan oleh testis. Selama masa puber seorang pria, hormon ini akan membuat suara menjadi lebih berat, memicu pertumbuhan penis dan bulu dada, membantu dalam pembentukan otot dan produksi sperma, memicu libido (gairah seks). Sedangkan pada wanita, testosteron dihasilkan dalam jumlah kecil dalam ovarium. Hormon ini berperan menjaga keseimbangan hormon dan mengatur fungsi tubuh lain. Terdapat dua jenis tes testosteron dalam darah, yaitu tes testosteron bebas dan tes testosteron total. Sesuai namanya, tes testosteron total akan mengukur keseluruhan jumlah hormon ini, baik testosteron terikat maupun bebas. Sementara tes free testosterone index hanya menilai jumlah testosteron bebas. Kadar testosteron yang rendah dapat menyebabkan disfungsi seksual.
- Selanjutnya pemeriksaan USG (doppler), untuk memeriksa aliran darah di sekitar organ. Pemeriksaan USG berguna untuk melihat kelancaran aliran darah di penis, agar dapat menegang, penis memerlukan aliran darah yang cukup. Karena itu penyakit pembuluh darah (misalnya aterosklerosis) dapat menyebabkan impotensi.
Daftar Pustaka
1. Depkes RI. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1993
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan penerbit FKUI. 2013
3. Sadock BJ, Sadock VA. Seksualitas Manusia. Muttaqin H, Sihombing RNE, Editor. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. 02th ed. Jakarta : EGC; 2010. Hal. 298
4. Maramis FM, Maramis AA. Sexualitas Normal dan Abnormal Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2009. Hal. 343-65
5. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan Ringkas PPDGJ-III. Edisi 1. Jakarta : PT. Nuh Jaya. 2001. Hal. 96-97; 111-15.
6. Anurogo D. Memahami Dispareun. Jakarta : Universitas Surya. 2013. Vol. 40 No.7.
7. Avasthi, et al. (2017). Clinical Practice Guidelines for Management of Sexual Dysfunction. Indian J Psychiatry. 59(Suppl 1), pp. S91–S115.
8. Pastuszak, A. (2014). Current Diagnosis and Management of Erectile Dysfunction. Curr Sex Health Rep. 6(3), pp. 164–176.
Penulis: dr. Fida Alawiyah (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik PRAMITA Jl. Sultan Abdurrahman No. 9A Pontianak)