Inspirasi Sehat
PEMERIKSAAN DIABETES MELITUS PADA ANAK
Wed, 22 Nov 2023Untuk melakukan skrining adanya penyakit kearah Diabetes Melitus, beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan :
1. Anamnesis
Banyak pasien yang menderita DM tipe- 1 tidak memiliki gejala awal sehingga deteksi dini dari penyakit ini cukup sulit.
Gejala DM pada anak yang paling sering yaitu poliuri, gejala lain biasanya tidak disampaikan secara langsung kepada dokter.
2. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik pada pasien DM tipe- 1 bisa normal.
Jika pasien datang dalam keadaan akut, yaitu ketoasidosis diabetik, bisa didapatkan respirasi Kussmaul, tanda-tanda dehidrasi, hipotensi dan perubahan status mental.
3. Pemeriksaan Glukosa Darah
Salah satu kriteria diagnosis diabetes apabila ditemukan gejala klinis dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL. Pada pasien yang sudah terdiagnosis, pemeriksaan gula darah perlu dilakukan 3-4 kali dalam sehari bila pasien memperoleh beberapa injeksi insulin dalam satu hari atau dalam terapi pompa insulin.
Penilaian Glukosa Plasma Puasa
• Normal : < 100 mg/dL
• Diabetes: ≥ 126 mg/dL
Penilaian Tes Toleransi Glukosa Oral
• Normal : < 140 mg/dL
• Diabetes: ≥ 200 mg/dL.
4. Pemeriksaan HbA1c (Hemoglobin Terglikosilasi)
Pemeriksaan ini mencerminkan kondisi glikemia selama 8-12 minggu terakhir. Pasien tidak perlu puasa saat melakukan pemeriksaan ini. HbA1c harus dipantau sebanyak 4-6 kali pertahun pada anak yang lebih muda dan 3-4 kali pertahun pada anak yang lebih besar. Target HbA1c untuk semua kelompok usia adalah kurang dari 7,5 %.
5. Pemeriksaan Keton
Pemeriksaan keton darah dan urin dilakukan pada saat kondisi hiperglikemia tidak terkontrol, kondisi sakit dan terdapat tanda-tanda KAD. Pemeriksaan keton darah lebih dapat dipercaya dalam penanganan dan diagnosis KAD. Studi oleh Pulungan dkk20 di Indonesia menunjukkan bahwa pemeriksaan keton darah β-hidroksibutirat memiliki korelasi yang lebih baik terhadap pH dan kadar bikarbonat dibandingkan dengan pemeriksaan keton urin. Normal keton darah: < 0,6 mmol/L. Keton darah > 3,0 mmol/L biasanya disertai dengan asidosis sehingga harus segera dibawa ke RS.
Pemeriksaan Keton dilakukan pada saat:
• Sakit disertai demam dan atau muntah
• Jika glukosa darah di atas 250 mg/dL pada anak yang tidak sehat atau jika kadar glukosa darah meningkat diatas 250 mg/dL secara persisten.
• Ketika terdapat poliuria persisten disertai peningkatan kadar glukosa darah terutama jika disertai nyeri abdomen atau napas cepat.
• Pemeriksaan keton sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih muda atau pada pasien yang menggunakan pompa insulin.
6. Pemeriksaan C Peptide
Pemeriksaan ini untuk mengetahui kadar peptida dalam darah penderita diabetes. Peptida merupakan zat yang dilepaskan oleh sel beta pankreas. Sel ini juga menghasilkan insulin. Insulin merupakan hormon yang berfungsi membantu sel tubuh menyerap dan memanfaatkan gula darah sebagai energi. Sel beta pankreas melepaskan insulin bersama peptida dalam waktu bersamaan.
Pemeriksaan ini digunakan untuk membantu membedakan antara DM tipe-1 dan tipe- 2. Pada DM tipe- 1, pankreas memproduksi sedikit atau tidak sama sekali insulin dan C peptida dengan kadar C peptida < 0,82 mg/dL. Sedangkan utuk diabetes melitus tipe 2 memproduksi insulin tetapi terjadi resistensi, sehingga kadar C peptida lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Akil AAS, Yassin E, Al-Maraghi A, et al. Diagnosis and treatment of type 1 diabetes at the dawn of the personalized medicine era. J Transl Med, 2021. 19, 137.
2. Anisha SP, Ryadi F, Nugroho HS. Blood Gucose Level and HbA1C in Pediatric Patients with Diabetes Mellitus Type 1. Althea Medical Journal. 2017;4(2):217-20.
3. Skyler JS, Bakris GL, Bonifacio E, Darsow T, Eckel RH, Groop L. Differentiation of diabetes by pathophysiology, natural history, and prognosis. Diabetes 2017;66:241-55.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Registri DM tipe-1 pada anak [belum dipublikasi]. Jakarta: IDAI; 2018.
5. World Health Organisation. Diabetes Melittus : Report of a WHO Study Group. World Health Organisation. Geneva-Switzerland. 2015. S5-36
Penulis: dr. Nirma Amalia (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik PRAMITA Jl. Karunrung No. 9, Makassar)