Inspirasi Sehat
Pajanan Bising di Tempat Kerja
Tue, 11 Jun 2024Apa itu bising? Semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. (Permenaker No 5 tahun 2018).
Berapa normalnya Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan?
Berikut batas waktu pemaparan kebisingan per hari yang berlaku secara internasional dan berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 2018:
1. 8 Jam: 85 dBA
2. 4 Jam: 88 dBA
3. 2 Jam: 91 dBA
4. 1 Jam: 94 dBA
5. 30 Menit: 97 dBA
6. 15 Menit: 100 dBA
7. 7.5 Menit: 103 dBA
8. 3.75 Menit: 106 dBA
9. 1.88 Menit: 109 dBA
10. 0.94 Menit: 112 dBA
11. 28.12 Detik: 115 dBA
12. 14.06 Detik: 118 dBA
13. 7.03 Detik: 121 dBA
14. 3.52 Detik: 124 dBA
15. 1.76 Detik: 127 dBA
16. 0.88 Detik: 130 dBA
17. 0.44 Detik: 133 dBA
18. 0.22 Detik: 136 dBA
19. 0.11 Detik: 139 dBA
Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) telah merekomendasikan bahwa semua paparan pekerja terhadap kebisingan harus dikontrol di bawah tingkat yang setara dengan 85 dBA selama delapan jam untuk meminimalkan gangguan pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja.
Apa efek bising pada kesehatan?
Auditorial : Gangguan pendengaran (NIHL) yang permanen
Non Auditorial :
Gangguan fisiologi : peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan ketegangan otot (rangsangan terhadap sistem saraf otonom meningkat)
Gangguan psikologi : stres, lelah, emosional, gangguan komunikasi & konsentrasi.
Bagaimana cara pencegahannya?
Pada tahun 1981, OSHA menerapkan persyaratan baru untuk melindungi semua pekerja di industri umum (misalnya sektor manufaktur dan jasa) agar pemberi kerja menerapkan Program Konservasi Pendengaran (PKP) di mana pekerja terpapar pada tingkat kebisingan rata-rata tertimbang waktu sebesar 85 dBA atau lebih tinggi di atas 8 shift kerja jam. Program Konservasi Pendengaran terdiri atas 7 komponen :
1. Identifikasi dan analisa sumber bising;
2. Kontrol kebisingan dan kontrol administrasi;
3. Tes audiometri berkala;
4. Alat pelindung diri;
5. Motivasi dan edukasi pekerja;
6. Pencatatan dan pelaporan data;
7. Evaluasi program.
Tes Audiometri Berkala
Dilakukan pada pra-jabatan (pre-employment), pra-penempatan (pre-replacement) & setiap tahun pada pekerja dengan potensi risiko bising
Apabila intensitas kebisingan ≥ 85 dB, sebaiknya dilakukan setiap 6 bulan setelah pra-jabatan selama 2 tahun pertama.
Alat audiometri serta sound proof room terkalibrasi
Pemeriksa terlatih dan kompeten
Persiapan pekerja yang akan diperiksa (bebas bising minimal 12-14 jam)
Jenis ketulian akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya permanen, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, oleh sebab itu pencegahan merupakan hal yang terpenting.
PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN
Untuk memeriksa pendengaran, diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan cara kualitatif (menggunakan garpu tala), semikuantitatif (Tes Berbisik), dan kuantitatif (menggunakan audiometri nada murni).
Tes Penala (Garpu Tala)
Tes ini bersifat kualitatif. Bertujuan untuk menilai ada tidaknya gangguan pendengaran (tuli/hearing loss) dan membedakan tuli hantaran (conductive hearing loss) atau tuli sensorineural (sensorineural hearing loss). Ada berbagai macam tes penala menurut Soetirto dan Hendamin (1997), yaitu:
a. Tes Rinne
Tes Rinne berguna untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada telinga yang diperiksa, sehingga membantu menegakkan diagnosis tuli hantaran (conductive hearing loss).
b. Tes Weber
Tes Weber dilakukan setelah tes Rinne, bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
c. Tes Schwabach
Tes ini membandingkan hantaran tulang telinga orang yang diperiksa dengan hantaran tulang telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
d. Tes Bing (Tes Oklusi)
e. Tes Stenger
Tes Berbisik
Tes ini bersifat semikuantitatif, yang menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan adalah ruangan cukup tenang, tidak terjadi gema, dengan panjang minimal 6 meter (Al-Fatih, 2008).
Audiometri Nada Murni
Tes ini bersifat kuantitatif, meliputi berapa besar gangguan pendengarannya (derajat gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar. Hasil dari pemeriksaan ini disebut audiogram. Sedangkan untuk membuat audiogram diperlukan alat yang disebut audiometer (Soetirto dan Hendarmin, 1997).
BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)
Tes ini bersifat objektif dan non-invasif. Prinsip pemeriksaan tes ini adalah menilai potensial listrik di otak setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Keunggulan pemeriksaan ini dapat dilakukan terhadap bayi, anak dengan gangguan sifat dan tingkah laku, retardasi mental, dan kesadaran menurun.
Penulis : dr. Iman Susanto (Dokter Pelayanan Medis Laboratorium Klinik Pramita Jl. Samanhudi No. 21 Jakarta Pusat)