Inspirasi Sehat
Semua
INFO PEMERIKSAAN
Parenting/Kesehatan Anak
LabPedia
Life Style
Kesehatan Wanita
Millenial
Info Kesehatan
Mitos/Fakta
KEGUGURAN BERULANG
Mon, 26 Oct 2020
Kehadiran buah hati tentunya menjadi dambaan dan pelengkap kebahagiaan pasangan suami istri. Hanya tidak semua pasangan dengan mudah mendapatkan kepercayaan untuk memiliki buah hati.
Beberapa pasangan memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk menunggu, usaha berobat ke beberapa dokter, introspeksi diri untuk membenahi gaya hidup masing-masing pihak, dana yang tidak sedikit untuk dikeluarkan dan masih banyak hal lain yang harus dikorbankan untuk dapat terwujudnya kehadiran buah hati.
Tetapi saat sudah tiba waktunya dan ternyata harus kehilangan calon bayi dikarenakan hal-hal yang tidak diinginkan, tentunya akan menguras beban psikis, mental dan fisik. Terlebih lagi jika keguguran tersebut terjadi nya tidak hanya 1 x.
Memang ada kasus seperti itu? Sayangnya ya, ada beberapa kasus wanita yang mengalami keguguran berulang.
European Society of Human Reproduction and Embryology (ESHRE) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) mendefinisikan keguguran berulang sebagai kejadian keguguran sebanyak 2 kali atau lebih sebelum usia kehamilan 24 minggu. Namun dikarenakan menurut pendapat para ahli di Indonesia, janin dianggap viabel (mampu bertahan hidup di luar kandungan) pada usia gestasi diatas 20 minggu maka terminologi keguguran yang digunakan sejak awal terjadinya konsepsi hingga usia gestasi 20 minggu.
Keguguran berulang adalah sekitar 3-5% di Indonesia. Di RS Dr.Hasan Sadikin Bandung, kejadian 2 kali keguguran adalah 1,79%.
Gejala yang sebaiknya diwaspadai adalah munculnya perdarahan atau bercak darah yang biasanya disertai kram perut bagian bawah. Faktor penyebab keguguran belum diketahui secara pasti, namun menurut para pakar diperkirakan karena adanya beberapa faktor risiko, selain usia wanita > 35 tahun diantaranya adalah :
1. Genetik / kelainan kromosom. Analisis kromosom yang dilakukan dari darah orang tua mengidentifikasi kelainan genetik yang diturunkan kurang dari 5% dari pasangan.
2. Kelainan hormonal. Progesteron diperlukan untuk kehamilan agar dapat berlanjut. Saat kadar progesteron rendah selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran.
3. Kelainan metabolik. Diabetes yang tidak terkontrol, Obesitas, gangguan tiroid dan Sindrom Ovarium polikistik (PCOS), memiliki resiko yang lebih tinggi terjadinya keguguran berulang.
4. Kelainan uterus. Distorsi rongga rahim dapat ditemukan pada sekitar 10% sampai 15% dari wanita dengan keguguran berulang. Kelainan bawaan seperti uterus didelphys, bicornis, unicornis, septum uterus, sedangkan sindrom ashermann, fibroid dan polip rahim juga menyebabkan keguguran berulang.
5. Sindrom antifosfolipid. Tes darah untuk antibodi anticardiolipin, β2 glicoprotein dan lupus antikoagulan dapat mengidentifikasi wanita dengan sindrom antifosfolipid, yang Sekitar 3% sampai 15% dari keguguran berulang disebabkan oleh kondisi ini.
6. Trombofilia. Kelainan bawaan yang meningkatkan risiko pembekuan darah yang serius (trombosis) juga dapat meningkatkan risiko kematian janin pada semester kedua kehamilan.
7. Rhesus tidak cocok. Sekitar 15% dari imunisasi rhesus menyebabkan konsekuensi bencana keguguran pada kehamilan berikutnya untuk wanita Rhesus negatif dengan suami Rhesus positif.
8. Infeksi bakteri, virus dan parasit seperti Toksoplasmosis - Rubella - Cytomegalovirus - Herpes (TORCH) bisa mengganggu perkembangan awal kehamilan dan bisa menyebabkan keguguran berulang.
9. Lingkungan yang mengandung racun seperti pestisida, logam berat seperti air raksa dan timah, pelarut organik, dan konsumsi alkohol yang berlebihan, radiasi pengion. Perokok berat, kafein, dan hipertermi juga diduga menyebabkan keguguran berulang.
10. Faktor laki-laki. Ada penemuan dari studi yang kontroversial bahwa kerusakan DNA sperma dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan kemungkinan dapat menyebabkan keguguran. Namun, data ini masih awal dan tidak diketahui seberapa sering cacat sperma berkontribusi pada keguguran berulang.
Upaya meminimalkan terjadinya keguguran perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai persiapan kehamilan terutama yang berhubungan dengan penyakit infeksi, kelainan Kromosom dan sistem hormonal.
Penulis : dr. Elly Widyamatningrum (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik PRAMITA Cabang Jl. D.I. Panjaitan No. 7-7A Semarang).
Beberapa pasangan memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk menunggu, usaha berobat ke beberapa dokter, introspeksi diri untuk membenahi gaya hidup masing-masing pihak, dana yang tidak sedikit untuk dikeluarkan dan masih banyak hal lain yang harus dikorbankan untuk dapat terwujudnya kehadiran buah hati.
Tetapi saat sudah tiba waktunya dan ternyata harus kehilangan calon bayi dikarenakan hal-hal yang tidak diinginkan, tentunya akan menguras beban psikis, mental dan fisik. Terlebih lagi jika keguguran tersebut terjadi nya tidak hanya 1 x.
Memang ada kasus seperti itu? Sayangnya ya, ada beberapa kasus wanita yang mengalami keguguran berulang.
European Society of Human Reproduction and Embryology (ESHRE) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) mendefinisikan keguguran berulang sebagai kejadian keguguran sebanyak 2 kali atau lebih sebelum usia kehamilan 24 minggu. Namun dikarenakan menurut pendapat para ahli di Indonesia, janin dianggap viabel (mampu bertahan hidup di luar kandungan) pada usia gestasi diatas 20 minggu maka terminologi keguguran yang digunakan sejak awal terjadinya konsepsi hingga usia gestasi 20 minggu.
Keguguran berulang adalah sekitar 3-5% di Indonesia. Di RS Dr.Hasan Sadikin Bandung, kejadian 2 kali keguguran adalah 1,79%.
Gejala yang sebaiknya diwaspadai adalah munculnya perdarahan atau bercak darah yang biasanya disertai kram perut bagian bawah. Faktor penyebab keguguran belum diketahui secara pasti, namun menurut para pakar diperkirakan karena adanya beberapa faktor risiko, selain usia wanita > 35 tahun diantaranya adalah :
1. Genetik / kelainan kromosom. Analisis kromosom yang dilakukan dari darah orang tua mengidentifikasi kelainan genetik yang diturunkan kurang dari 5% dari pasangan.
2. Kelainan hormonal. Progesteron diperlukan untuk kehamilan agar dapat berlanjut. Saat kadar progesteron rendah selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran.
3. Kelainan metabolik. Diabetes yang tidak terkontrol, Obesitas, gangguan tiroid dan Sindrom Ovarium polikistik (PCOS), memiliki resiko yang lebih tinggi terjadinya keguguran berulang.
4. Kelainan uterus. Distorsi rongga rahim dapat ditemukan pada sekitar 10% sampai 15% dari wanita dengan keguguran berulang. Kelainan bawaan seperti uterus didelphys, bicornis, unicornis, septum uterus, sedangkan sindrom ashermann, fibroid dan polip rahim juga menyebabkan keguguran berulang.
5. Sindrom antifosfolipid. Tes darah untuk antibodi anticardiolipin, β2 glicoprotein dan lupus antikoagulan dapat mengidentifikasi wanita dengan sindrom antifosfolipid, yang Sekitar 3% sampai 15% dari keguguran berulang disebabkan oleh kondisi ini.
6. Trombofilia. Kelainan bawaan yang meningkatkan risiko pembekuan darah yang serius (trombosis) juga dapat meningkatkan risiko kematian janin pada semester kedua kehamilan.
7. Rhesus tidak cocok. Sekitar 15% dari imunisasi rhesus menyebabkan konsekuensi bencana keguguran pada kehamilan berikutnya untuk wanita Rhesus negatif dengan suami Rhesus positif.
8. Infeksi bakteri, virus dan parasit seperti Toksoplasmosis - Rubella - Cytomegalovirus - Herpes (TORCH) bisa mengganggu perkembangan awal kehamilan dan bisa menyebabkan keguguran berulang.
9. Lingkungan yang mengandung racun seperti pestisida, logam berat seperti air raksa dan timah, pelarut organik, dan konsumsi alkohol yang berlebihan, radiasi pengion. Perokok berat, kafein, dan hipertermi juga diduga menyebabkan keguguran berulang.
10. Faktor laki-laki. Ada penemuan dari studi yang kontroversial bahwa kerusakan DNA sperma dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan kemungkinan dapat menyebabkan keguguran. Namun, data ini masih awal dan tidak diketahui seberapa sering cacat sperma berkontribusi pada keguguran berulang.
Upaya meminimalkan terjadinya keguguran perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai persiapan kehamilan terutama yang berhubungan dengan penyakit infeksi, kelainan Kromosom dan sistem hormonal.
Penulis : dr. Elly Widyamatningrum (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik PRAMITA Cabang Jl. D.I. Panjaitan No. 7-7A Semarang).