Inspirasi Sehat
Semua
INFO PEMERIKSAAN
Parenting/Kesehatan Anak
LabPedia
Life Style
Kesehatan Wanita
Millenial
Info Kesehatan
Mitos/Fakta
JENIS - JENIS ALERGI PADA BAYI
Thu, 10 Nov 2022
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas yang diinisiasi oleh mekanisme imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE.
Macam-macam penyakit alergi pada bayi
1. Urtikaria-angioedema
Urtikaria (biduran / kaligata) merupakan erupsi kulit yang menimbul (plak edemateus) multipel berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah, memucat bila ditekan dan gatal. Urtikaria kadang disertai angioedema berupa pembengkakan difus yang tidak gatal dan tidak pitting dengan predileksi muka, daerah periorbita, perioral dan genitalia. Kadang-kadang dapat terjadi edema faring atau laring sehingga dapat mengancam jiwa.
2. Dermatitis atopik (eksim atopik/eksim kering)
Dermatitis atopik merupakan reaksi inflamasi pada kulit yang didasari oleh faktor herediter dan lingkungan. Reaksi kulit yang terjadi biasanya dimediasi oleh IgE dan mempunyai kecenderungan menderita asma, rinitis atau keduanya (allergic march). Gejala dermatitis atopik timbul sebelum bayi berusia 6 bulan dan jarang terjadi pada usia di bawah 8 minggu. Predileksi daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor dari ekstrimitas. Pada bayi masih muda, predileksi pada muka lebih sering dibanding daerah ekstensor. Gejala yang mencolok berupa rasa gatal yang menyebabkan bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu.
3. Rinitis alergi
Rinitis alergi merupakan gejala hipersensitivitas dari mukosa hidung berupa rasa gatal, bersin, peningkatan sekresi dan hidung tersumbat. Faktor pencetus rinitis alergi umumnya berupa iritan nonspesifik seperti pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, bau masakan atau bubuk detergen. Alergen penyebab pada bayi dan anak sering disebabkan oleh makanan alergen ingestan dibandingkan oleh alergi inhalasi yang perannya semakin terlihat seiring bertambahnya usia. Manifestasi klinis rinitis alergi baru ditemukan pada anak dengan usia di atas 4-5 tahun. Riwayat atopi dalam keluarga merupakan salah satu faktor predisposisi rinitis alergi yang terpenting pada anak.
4. Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas. Inflamasi kronik ini dapat menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, dada tertekan dan batuk, terutama saat malam atau dini hari pada orang yang rentan. Prevalensi dari asma mengalami peningkatan seiring peningkatan dari penyakit alergi secara umum yang diakibatkan 2 faktor utama, yaitu modernisasi dan urbanisasi, misalnya penurunan pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan padat lebih awal, pemukiman padat dan paparan alergen baru.
5. Konjungtivitis
Konjungtiva adalah mukosa permukaan bola mata yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap antigen dan mikroorganisme dari luar. Konjungtivitis alergi termediasi IgE biasanya terjadi bersamaan dengan rinitis alergi sehingga disebut sebagai rinokonjungtivitis alergi. Penyebab umumnya adalah alergen lingkungan seperti debu rumah, tungau, serpihan binatang peliharaan dan makanan.
6. Alergi makanan
Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang dimana sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitivitas tipe I. Faktor penyebab alergi makanan dapat berupa faktor genetik (riwayat atopi pada orang tua), imaturitas usus (sistem pertahanan mukosa usus yang lemah sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh) dan pajanan alergen. Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan pada tahun pertama kehidupan. Pada saluran cerna, gejala dapat berupa gatal pada bibir, mulut dan faring; sembab tenggorok, mual-muntah, nyeri perut, kembung, diare, perdarahan usus, protein-losing enteropathy. Gejala pada saluran napas berupa rinitis, asma bronkial atau batuk kronik berulang. Pada kulit dapat timbul urtikaria, sembab Quincke (angioedema) atau dermatitis atopik. Sedangkan keadaan renjatan anafilaksis dapat terjadi jika mengenai sistem kardiovaskular.
7. Alergi Susu Sapi
Penyakit alergi susu sapi (ASS) adalah penyakit yang didasarkan reaksi imunologik yang timbul sebagai akibat pemberian susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi dan reaksi ini dapat terjadi segera atau lambat. Protein susu sapi merupakan protein asing yang pertama kali dikenal olah bayi dan merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi hipersensitivitas.
Gejala ASS biasanya dimulai pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Pada bayi, manifestasi klinis biasanya timbul pada 3 sistem organ tubuh, yaitu kulit (urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dan dermatitis atopik), saluran napas (hidung tersumbat, rinitis, batuk berulang dan asma), serta pada saluran cerna (muntah, kolik, konstipasi, diare dan buang air besar berdarah).
Anak yang lahir dari keluarga dengan riwayat alergi atopi dapat berisiko mengalami alergi tiga sampai empat kali lebih tinggi (50-80%) dibanding dengan anak dari keluarga tanpa riwayat alergi atopi (20%). Risiko dapat meningkat lebih tinggi bila kedua orang tua mengalami alergi (60-80%). Peningkatan risiko juga terjadi jika ibu (dibandingkan dengan ayah) memiliki riwayat alergi.
Pada bayi yang tidak diberi ASI atau sebagian ASI, susu formula diberikan sebagai alternatif untuk ASI sampai usia 12 bulan. Pengenalan makanan padat diberikan saat bayi berusia 6 bulan. Pada usia tersebut, bayi siap menerima makanan baru, tekstur, cara makan dan membutuhkan lebih banyak nutrisi daripada nutrisi dari ASI atau susu formula. Penundaan makanan padat pada usia tersebut dapat meningkatkan risiko alergi.
Sumber:
http://eprints.undip.ac.id/46267/3/Ni_Luh_Yuni_Susanti_22010111110082_Lap.KTI_Bab2.pdf
Penulis: dr. Melinda R. Kong (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik PRAMITA Jl. Garuda No. 79 Ruko 4-5 Mahakeret Barat, Manado)
Macam-macam penyakit alergi pada bayi
1. Urtikaria-angioedema
Urtikaria (biduran / kaligata) merupakan erupsi kulit yang menimbul (plak edemateus) multipel berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah, memucat bila ditekan dan gatal. Urtikaria kadang disertai angioedema berupa pembengkakan difus yang tidak gatal dan tidak pitting dengan predileksi muka, daerah periorbita, perioral dan genitalia. Kadang-kadang dapat terjadi edema faring atau laring sehingga dapat mengancam jiwa.
2. Dermatitis atopik (eksim atopik/eksim kering)
Dermatitis atopik merupakan reaksi inflamasi pada kulit yang didasari oleh faktor herediter dan lingkungan. Reaksi kulit yang terjadi biasanya dimediasi oleh IgE dan mempunyai kecenderungan menderita asma, rinitis atau keduanya (allergic march). Gejala dermatitis atopik timbul sebelum bayi berusia 6 bulan dan jarang terjadi pada usia di bawah 8 minggu. Predileksi daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor dari ekstrimitas. Pada bayi masih muda, predileksi pada muka lebih sering dibanding daerah ekstensor. Gejala yang mencolok berupa rasa gatal yang menyebabkan bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu.
3. Rinitis alergi
Rinitis alergi merupakan gejala hipersensitivitas dari mukosa hidung berupa rasa gatal, bersin, peningkatan sekresi dan hidung tersumbat. Faktor pencetus rinitis alergi umumnya berupa iritan nonspesifik seperti pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, bau masakan atau bubuk detergen. Alergen penyebab pada bayi dan anak sering disebabkan oleh makanan alergen ingestan dibandingkan oleh alergi inhalasi yang perannya semakin terlihat seiring bertambahnya usia. Manifestasi klinis rinitis alergi baru ditemukan pada anak dengan usia di atas 4-5 tahun. Riwayat atopi dalam keluarga merupakan salah satu faktor predisposisi rinitis alergi yang terpenting pada anak.
4. Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas. Inflamasi kronik ini dapat menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, dada tertekan dan batuk, terutama saat malam atau dini hari pada orang yang rentan. Prevalensi dari asma mengalami peningkatan seiring peningkatan dari penyakit alergi secara umum yang diakibatkan 2 faktor utama, yaitu modernisasi dan urbanisasi, misalnya penurunan pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan padat lebih awal, pemukiman padat dan paparan alergen baru.
5. Konjungtivitis
Konjungtiva adalah mukosa permukaan bola mata yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap antigen dan mikroorganisme dari luar. Konjungtivitis alergi termediasi IgE biasanya terjadi bersamaan dengan rinitis alergi sehingga disebut sebagai rinokonjungtivitis alergi. Penyebab umumnya adalah alergen lingkungan seperti debu rumah, tungau, serpihan binatang peliharaan dan makanan.
6. Alergi makanan
Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang dimana sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitivitas tipe I. Faktor penyebab alergi makanan dapat berupa faktor genetik (riwayat atopi pada orang tua), imaturitas usus (sistem pertahanan mukosa usus yang lemah sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh) dan pajanan alergen. Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan pada tahun pertama kehidupan. Pada saluran cerna, gejala dapat berupa gatal pada bibir, mulut dan faring; sembab tenggorok, mual-muntah, nyeri perut, kembung, diare, perdarahan usus, protein-losing enteropathy. Gejala pada saluran napas berupa rinitis, asma bronkial atau batuk kronik berulang. Pada kulit dapat timbul urtikaria, sembab Quincke (angioedema) atau dermatitis atopik. Sedangkan keadaan renjatan anafilaksis dapat terjadi jika mengenai sistem kardiovaskular.
7. Alergi Susu Sapi
Penyakit alergi susu sapi (ASS) adalah penyakit yang didasarkan reaksi imunologik yang timbul sebagai akibat pemberian susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi dan reaksi ini dapat terjadi segera atau lambat. Protein susu sapi merupakan protein asing yang pertama kali dikenal olah bayi dan merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi hipersensitivitas.
Gejala ASS biasanya dimulai pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Pada bayi, manifestasi klinis biasanya timbul pada 3 sistem organ tubuh, yaitu kulit (urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dan dermatitis atopik), saluran napas (hidung tersumbat, rinitis, batuk berulang dan asma), serta pada saluran cerna (muntah, kolik, konstipasi, diare dan buang air besar berdarah).
Anak yang lahir dari keluarga dengan riwayat alergi atopi dapat berisiko mengalami alergi tiga sampai empat kali lebih tinggi (50-80%) dibanding dengan anak dari keluarga tanpa riwayat alergi atopi (20%). Risiko dapat meningkat lebih tinggi bila kedua orang tua mengalami alergi (60-80%). Peningkatan risiko juga terjadi jika ibu (dibandingkan dengan ayah) memiliki riwayat alergi.
Pada bayi yang tidak diberi ASI atau sebagian ASI, susu formula diberikan sebagai alternatif untuk ASI sampai usia 12 bulan. Pengenalan makanan padat diberikan saat bayi berusia 6 bulan. Pada usia tersebut, bayi siap menerima makanan baru, tekstur, cara makan dan membutuhkan lebih banyak nutrisi daripada nutrisi dari ASI atau susu formula. Penundaan makanan padat pada usia tersebut dapat meningkatkan risiko alergi.
Sumber:
http://eprints.undip.ac.id/46267/3/Ni_Luh_Yuni_Susanti_22010111110082_Lap.KTI_Bab2.pdf
Penulis: dr. Melinda R. Kong (Dokter Konsultan Medis Laboratorium Klinik PRAMITA Jl. Garuda No. 79 Ruko 4-5 Mahakeret Barat, Manado)