Alergi  terjadi ketika sistem kekebalan tubuh kurang tepat merespon zat yang sebenarnya tidak berbahaya sebagai musuh. Zat yang bisa memicu alergi disebut Alergen

Beberapa faktor risiko  munculnya alergi, contoh : ada riwayat alergi di keluarga, lingkungan atau  terpapar alergen. Paparan yang kurang atau terlalu higienis diketahui dapat meningkatkan risiko alergi pada tubuh kita.

Kondisi paska pandemii yang telah terlewati dipandang akan meningkatkan risiko alergi karena pembatasan aktivitas  diluar rumah yang indentik dengan berkurangnya paparan alergen lingkungan. Alergen dapat masuk melalui berbagai macam cara, diantaranya  : pernafasan, kulit, makanan, bahan yag menempel atau langsung ke pembuluh darah (obat suntik). 

Reaksi dari alergi  bermacam-macam, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, seperti : kulit kemerahan,  gatal, bersin  sampai sampai dengan gangguan  pernafasan atau turunnya tensi darah.

Sampai saat ini alergi belum bisa disembuhkan, alergi hanya bisa di kontrol pemicunya dengan harapan mengurangi kekambuhan.  Ada upaya selain menghindari alergen  yang bisa dilakukan untuk mengurangi reaksi alergi dengan cara desensitisasi yaitu dengan memberikan paparan alergen dosis kecil yang dinaikkan secara bertahap dengan harapan  dapat melatih kekebalan tubuh. Desensitisasi biasanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap obat yang tidak memiliki obat pilihan lainnya, sehingga pasien tetap dapat mengkonsumsi obat  tersebut tanpa memberikan reaksi alergi. 

Beberapa tes yang bisa digunakan  untuk mendeteksi zat pemicu reaksi alergi, diataranya : tes reaksi kulit, test darah dan  tes provokasi. Setiap tes memiliki  kelebihan dan kekurangan masing-masing baik dengan atau tanpa persiapan menghentikan obat rutin alergi. 

Diskusi antara pasien dengan dokter sangat diperlukan sebagai penentu pemeriksaan alergi yang dibutuhkan pasien.

Penulis : dr. Dwiki Novendrianto (Dokter Layanan Medis Lab. Klinik PRAMITA Cabang Jl.  Hr. Muhammad No. 128 Kav. 354 Surabaya.